Selasa, 24 April 2018

KEBUTUHAN DAN PEMENUHANNYA




1. Pentingnya Kebutuhan Bagi Perilaku Manusia

Salah satu aspek psikologis yang berperan penting dalam menggerakkan manusia untuk berbuat sesuatu adalah "motivasi". Teori motivasi yang terkenal dibangun dan dikembangkan oleh seorang yang bernama Abraham H. Maslow. Satu konsep fundamental yang khas dari pendirian teori motivasi yang dikemukakan oleh Maslow adalah bahwa manusia dimotivasikan oleh sejumlah "kebutuhan" dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah, dan berasal dari sumber genetis dan naluriah.  Kebutuhan-kebutuhan itu sesungguhnya merupakan inti kodrat manusia, hanya saja mereka itu lemah serta mudah diselewengkan dan dikuasai oleh proses belajar, kebiasaan atau tradisi yang keliru. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan itu dapat dengan mudah diabaikan atau ditekan, tidak bersifat jahat melainkan netral atau justru baik. 

Menurut Maslow, suatu sifat dapat dipandang sebagai kebutuhan dasar jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Ketidak-hadirannya atau ketidak-adanya menimbulkan penyakit.
2. Kehadirannya mencegah timbulnya penyakit.
3. Pemulihannya menyembuhkan penyakit.
4. Dalam situasi-situasi tertentu yang sangat kompleks dan orang bebas memilih, orang yang sedang berkekurangan ternyata mengutamakan kebutuhan itu dibandingkan jenis-jenis kepuasan lainnya.
5. Kebutuhan itu tidak aktif, lemah, dan secara fungsional tidak terdapat pada orang yang tidak sehat.

2. Teori Kebutuhan Individu

Dalam konteks ini, Maslow mengemukakan hirarki kebutuhan dari yang paling dasar sampai yang paling tinggi,  yaitu sebagai berikut:

a. Kebutuhan Fisiologis
Ini merupakan kebutuhan yang paling dasar, paling kuat, dan paling jelas dari sekian banyak kebutuhan manusia karena merupakan kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, sandang, tempat tinggal, seks, tidur, dan oksigen.

b. Kebutuhan Rasa Aman
Menurut Goble (2007), dalam penelitiannya mendapati bahwa para psikolog dan pendidik menemukan bahwa anak-anak membutuhkan dunia yang jelas dan dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika kejelasan, dapat diramakan, dan konsistensi itu tidak ditemukan dalam dunianya, maka akan menyebabkan kecemasan dan merasa tidak aman. Kebebasan yang ada pada batasnya lebih disukai daripada kebebasan yang tanpa batas atau serba dibiarkan sama sekali. Menurut Maslow, kebebasan yang ada batasnya semacam itu sesungguhnya sangat diperlukan bagi perkembangan anak ke arah penyesuaian diri yang lebih baik. 

Orang dewasa yang senantiasa merasa dirinya tidak aman akan cenderung neurotik dan bertingkah laku seperti anak yang tidak aman. Orang yang semacam itu, kata Maslow, akan cenderung bertingkah seakan-akan selalu dalam keadaan terancam bencana besar. Seseorang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan yang berlebihan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari segala sesuatu yang dipandang asing bagi dirinya dan yang tidak diharapkan oleh dirinya. Orang sehat dan merasa aman juga memerlukan keteraturan dan stabilitas, tetapi tidak berlebihan sebagaimana orang yang neurotik atau orang yang merasa dirinya tidak aman. 

c. Kebutuhan Rasa Memiliki dan Kasih Sayang

Setiap manusia sesungguhnya merasakan kebutuhan yang mendalam akan adanya cinta dan kasih sayang dari orang lain dan kepada orang lain. Demikian juga, setiap orang sangat membutuhkan rasa memiliki dan dimiliki orang lain. Seaeorang akan merasa sedih kalau dorinya merasa tidak memiliki dan tidak dimiliki orang lain atau kelompoknya karena dirinya akan tidak di terima atau tidak mendapat tempat pada diri orang lain atau kelompoknya. Demikian juga, seseorang akan merasa sedih jika dirinya merasa tidak disayangi oleh orang lain atau kelompoknya. 

Bagi Maslow, cinta dan kasih sayang merupak sesuatu yang hakiki dan sangat berharga dalam kehidupan manusia karena di dalamnya menyangkut suatu hubungan erat, sehat, dan penuh kasih antara dua orang atau lebih, serta menumbuhkan sikap saling percaya. Carl Rogers (dalam Corey, 2009) merumuskan cinta dan kasih sayang sebagai : "keadaan dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati". Dalam hubungan antarmanusia yang dilandasi rasa kasih sayang dan rasa memiliki akan menumbuhkan hhubungan yang sejati. Dalam hubungan yang sejati tidak akan ada rasa takut, tidak aman, atau cemas yang seringkali menjadi penyebab rusaknya hubungan manusia satu sama lain.

d. Kebutuhan Penghargaan

Ada dua kategori tentang kebutuhan akan penghargaan pada manusia, yaitu :

1. Kebutuhan akan harga diri, meliputi:
a)      Kepercayaan diri
b)      Kompetensi
c)      Penguasaan
d)     Kecukupan
e)      Prestasi
f)       Ketidak-ketergantungan
g)      Kebebasan

2. Kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, meliputi :
a)     Prestise
b)     Pengakuan
c)      Penerimaan
d)     Perhatian
e)      Kedudukan
f)       Nama baik

Seseorang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri, merasa lebih mampu, dan lebih produktif. Sebaliknya, orang yang tidak cukup memiliki harga diri akan cenderung merasa rendah diri, tidak percaya diri, tidak berdaya, dan bahkan kehilangan inisiatif atau mengalami kebuntuan berpikir. Perlu ditegaskan disini bahwa harga diri yang paling stabil dan paling sehat adalah yang tumbuh dan berkembang dari penghargaan yang wajar dari orang lain, bukan penghargaan kerena kedudukan, kemasyuran, atau sanjungan kosong. 

e. Kebutuhan Rasa Ingin Tahu

Ada sejumlah argumentasi yang dikemukakan oleh Maslow bahwa rasa ingin tahu merupakan kebutuhan hidup manusia, yaitu :

1.  Rasa ingin tahu seringkali tampak juga pada binatang, apalagi manusia yang dilengkapi dengan kelengkapan daya pikir yang lebih kompleks.
2.   Pada anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang bersifat alamiah.
3.  Sejarah telah mencatat bahwa banyak orang yang dengan berani menantang bahaya besar untuk memenuhi rasa ingin tahunya dengan memburu pengetahuan. Misalnya : Galileo, Colombus, Socrates, dan lain-lain.
4. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa orang-krang yang telah mencapai kematangan psikologis menunjukkan bahwa mereka sangat tetarik kepada hal-hal yang penuh rahasia, penuh ketidak-pastian, dan belum dapat dijelaskan.
5.  Banyak kasus di mana orang-oramg dewasa yang sebenarnya sehat dan cerdas kemudian menjadi menderita kebosanan, kehilangan gairah hidup, depresi, dan bahkan benci kepada diri sendiri karena dalam menjalani hidupnya dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan penuh rutinitas dan bahkan konyol tanpa adanya sesuatu yang merangsang rasa ingin tahu. 

Rasa ingin tahu ini, menurut Erick Fromm (1969) sesungguhnya dapat dikatakan sebagai suatu proses pencarian makna. Karena merupakan proses pencarian makna, maka didalamnya mengandung hasrat untuk memahami, menyusun, mengatur, menganalisis, menemukan hubungan-hubungan dan makna-makna, serta membangun suatu sistem nilai. 

f. Kebutuhan Estetik

Munculnya kebutuhan estetik dalam teori Maslow ini diawali dari penelitiannya yang dilakukan terhadap mahasiswa tentang pengaruh lingkungan yang indah dan jorok terhadap perilaku mahasiswa tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan yang jorok sangat cepat mwnimbulkan kebosanan dan melemahkan semangat, sedangkan lingkungan yang indah dapat menimbulkan perasaan nyaman, semangat, dan kegairahan serta membuat mereka merasa lebih sehat. Maslow juga menunjukkan bahwa kebutuhan estetik berkorelasi dengan gambaran diri seseorang. Mereka yang tidka menjadi lebih sehat oleh keindahan adalah orang-orang yang terbelenggu oleh gambaran diri mereka yang rendah.

g. Kebutuhan Akan Pertumbuhan

Kebutuhan ini merupakan hasil perluasan dan upaya memperjelas teori kebutuhan dasar manusia. Maslow menemukan kebutuhan yang barudan termasuk kategori yang lebih tinggi. Kebutuhan ini dilukiskan sebagai kebutuhan akan pertumbuhan atau dalam istilah aslinya dikenal dengan "Being Values". Ada sejumlah daftar Being Values yang dikemukakan oleh Maslow sebagaimana dikutip oleh Goble (2007), yaitu :
1.    Sifat menyeluruh
2.    Kesempurnaan
3.    Penyelesaian
4.    Keadilan
5.    Sifat hidup
6.    Sifat kaya
7.    Kesederhanaan
8.    Keindahan
9.    Kebaikan
10. Keunikan
11. Sifat tanpa kesukaran
12. Sifat penuh permaian
13. Kebenaran, kejujuran, dan kenyataa
14.  Sifat merasa cukup.

h. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Maslow mengemukakan suatu kebutuhan yang dipandang sebagai kenutuhan yang paling tinggi yang kemudian diberi nama "aktualisasi diri". Kebutuhan "aktualisasi diri" didefinisikan sebagai kebutuhan mendalam pada individu untuj menumbuhkan, mengembangkan, dan menggunakan kemampuannya secara penuh. Lebih lanjut, dia melukiskan kebutuhan ini sebagai "hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya". Dalam hirarki kebutuhan dari Maslow, kebutuhan aktualisasi diri ini merupakan kenutuhan tertinggi atau puncak kebutuhan manusia. 

Selain teori kebutuhan dari Maslow, satu lagi teori kebutuhan yang juga dikenal cukup luas adalah teori kebutuhan dari McClelland. Menurut teori ini, pemahaman tentang motivasi akan semakin mendalam apabila disadari bahwa setiap individu mempunyai tiga jenis kebutuhan, yaitu :

1. Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) disingkat "N-Ach"
Berdasarkan penelitiannya, McClelland menemukan bahwa orang-orang yang mempunyai need for achievement tinggi, memiliki ciri-ciri menonjol sebagai berikut :
a. Lebih senang menetapkan sendiri tujuan hasil karyanya.
b. Lebih senang menghindari tujuan hasil karya yang mudah dan memilih yang sulit.
c. Lebih menyenangi umpan balik yang cepat tampak dan efisien.
d. Senang bertanggung jawab akan pemecahan masalah, meskipun sebenarnya dirasakan sulit.
e. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity).

2. Kebutuhan Untuk Berkuasa (Need For Power) disingkat (N-Pow)
Menurut tori ini, kebutuhan akan kekuasaan menampakkan diri pada keinginan unyuk mempunyai pengaruh terhadap orang lain. Dikatakannya bahwa seseorang yang memiliki kebutuhan kuat untuk berkuasa, biasanya menyukai kondisi kompetisi dan orientasi status serta akan lebih memberikan perhatian pada berbagai faktor yang memungkinkan dirinya mengembangkan pengaruhnya terhadap orang lain. Efek negatifnya, kadang-kadang melakukan segala cara untuk dapat memenuhi kebutuhan untuk berkuasa itu. 

3. Kebutuhan Untuk Berafiliasi (Need for Affiliation) disingkat "N-Aff"
Kebutuhan untuk beraffiliasi ini merupakan kebutuhan nyata pada setiap manusia, terlepas dari status, kedudukan, jabatan, maupun pekerjaan yang dimilikinya. Kebutuhan ini pada umumnya tercermin pada keinginan untuk berada pada situasi yang bersahabat ketika berinteraksi dengan orang lain. Seseorang akan merasa aman,  senang, dan berharga ketika dirinya diterima dan memperoleh tempat didalam kelompok. Sebaliknya, akan merasa cemas, kurang bahagia, ketika dirinya tidak diterima atau bahkan disisihkan oleh kelompoknya. 

3. Kebutuhan Remaja dalam Perkembangannya

Menurut Garrison, setidaknya ada tujuh kebutuhan khas remaja, yaitu :
a.   Kebutuhan akan kasih sayang
b.   Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
c.   Kebutuhan untuk berdiri sendiri
d.   Kebutuhan untuk berprestasi
e.   Kebutuhan akan pengakuan diri orang lain
f.    Kebutuhan untuk dihargai
g.   Kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh. 

Dalam perspektif teori sosial-psikologis memandang bahwa kebutuhan-kebutuhan remaja berkaitan erat dengan pemuasan kebutuhan mereka dalam kelompoknya. Menurut teori ini, kebutuhan -kebutuhan psikologis yang pokok akan mengarahkan tercapainya rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan untuk menerima afeksi dari kelompok atau individu, meliputi :
1.     Menerima rasa kasih sayang dari keluarga dan atau orang lain diluar kehidupan keluarga
2.     Menerima pujian atau sambutan hangat dari teman-temanya
3.     Menerima penghargaan dan apresiasi dari guru dan pendidik lainnya. 

b. Kebutuhan untuk memberikan sumbangan kepada kelompoknya, meliputi :
  1. Menyatakan afeksi kepada kelompoknya
  2. Turut serta memikul tanggung jawab kelompok
  3. Menyatakan kesediaan dan kesetiaan kepada kelompok
  4. Menghayati keberhasilan dalam kelompok
c. Kebutuhan untuk memahami

d. Kebutuhan untuk mempelajari dan menyelidiki sesuatu. 

4. Konsekuensi Kebutuhan Remaja yamg Tidak Terpenuhi

Remaja yang kebutuhannya terpenuhi secara memadai akan memperoleh suatu kepuasan hidup sehingga akan merasa aman, gembira, harmonis, dan prosduktif. Sebaliknya, remaja akan mengalami kekecewaan, ketidakpuasan, atau bahkan frustasi, yang pada akhirnya akan menganggu pertumbuhan dan perkembangannya jika kebutuhannya tidak terpenuhi. Bischof (1983) dalam "Interpreting Personality Theories" mengemukakan bahwa setidaknya ada dua komponen kunci mengenai terjadinya frustasi pada individu, yaitu :

a)    Adanya suatu kebutuhan (need), dorongan (drive), atau kecenderungan untuk bertindak.
b)   Adanya rintangan atau halangan yang menghambat individu dalam upaya mencapai tujuan guna memenuhi kebutuhan atau dorongan-dorongan yang ada di dalam dirinya. 

Dengan demikian, setiap tingkah laku remaja Khusunya dan manusia pada umumnya selalu berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapainya. Apa yang hendak dicapai itu pada dasarnya dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam dirinya. Oleh sebab itu, antara motivasi, kebutuhan, dan tingkah laku itu berhubungan erat satu sama lain. Jika kebutuhan-kebutuhan itu tidak terpenuhi, maka akan timbul kesulitan-kesitan yang menyebabkan timbulnya perasaan kecewa, frustasi, marah, menyerang orang lain, minum-minuman keras, narkotika, dan tingkah laku negatif lainnya yang sangat merugikan diri sendiri dan orang lain.

5. Upaya Pemenuhan Kebutuhan Remaja dan Implikasinya Bagi Pendidikan

Kondisi lingkungan sekitar, baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat berkaitan erat dengan motivasi seseorang. Menurut Maslow, ada sejumlah kondisi yang merupaka prasyat dan sekaligus menjadi intervensi edukatif dalam rangka pemuasan kebutuhan dasar manusia termasuk remaja, yaitu:
a.    Kemerdekaan untuk berbicara
b.    Kemerdekaan melakukan apa saja yang diinginkan sepanjang tidak merugikan dirinya dan orang lain
c.    Kemerdekaan untuk mengeksplorasi lingkungan
d.   Kemerdekaan untuk mempertahankan atau membela diri
e.    Adanya keadilan
f.     Adanya kejujuran
g.    Adanya kewajaran
h.    Adanya ketertiban. 

Ancaman terhadap faktor-faktor tersebut diatas akan menyebabkan individu memberikan reaksi dengan cara sama dengan ketika mereka bereaksi terhadap berbagai ancaman terhadap kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Lebih lanjut, Maslow mengatakan bahwa kondisi-kondisi itu bukanlah tujuan dalam dirinya, namun memang nyaris seperti tujuan karena sedemikian eratnya hubungan dengan kebutuhan-kebutuhan dasarnya sendiri. Kondisi-kondisi itu semaksimal mungkin akan dipertahankan oleh individu karena tanpa kondisi-kondisi itu kepuasan dasar mustahil akan dapat terpenuhi atau paling tidak akan terancam pemenuhannya.



Selasa, 17 April 2018

Perkembangan Kemandirian



PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN
1. Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta Didik
Pengaruh kompleksitas kehidupan dewasa ini sudah tampak pada berbagai fenomena remaja yang perlu memperoleh perhatian pendidikan. Fenomena yang tampak akhir-akhir ini, antara lain: perkelahian antarpelajar, penyalahgunaan obat dan alkohol, reaksi emosional yang berlebihan, dan berbagai perilaku yang mengarah pada tindak kriminal.
Dalam konteks proses belajar, gejala negatif yang tampak adalah kurang mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi, kebiasaaan belajar yang kurang baik yakni tidak tahan lama dalam belajar dan baru belajar setelah menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari kebocoran soal ujian.Problem remaja diatas yang merupakan perilaku-perilaku reaktif semakin meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang diprakirakan akan semakin kompleks dan penuh tantangan.
Tantangan kompleksitas masa depan itu memberikan dua alternatif: pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik mungkin. Misi pendidikan yang juga berdimensi masa depan tentunya menjatuhkan pilihannya pada alternatif kedua. Artinya, pendidikan mengemban tugas untuk mempersiapakan remaja bagi peranannya di masa depan agar kelak menjadi manusia yang berkualitas dan memiliki kemandirian yang tinggi.
Ikhtiar pendidikan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengembangkan kemandirian menjadi sangat penting , karena selain problema remaja dalam bentuk perilaku negatif sebagaimana dipaparkan di atas ada juga sejumlah gejala negatif yang tampak menjauhkan individu dari kemandirian. Gejala-gejala tersebut dapat dipaparkan berikut ini:

1.   Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas. Perilaku seperti ini akan mengarah kepada perilaku formalistik dan ritulistik serta tidak konsisten. Situasi seperti ini akan menghambat pembentukan etos kerja dan etos kehidupan yang mapan sebagai salah satu ciri dari kualitas sumberdaya dan kemandirian manusia.

2.   Sikap tidak peduli terhadap lingkungan. Manusia mandiri bukanlah manusia yang lepas dari lingkungannya, melainkan manusia yang bertransenden terhadap lingkungannnya. Ketidak-pedulian terhadap lingkungan hidup merupakan gejala perilaku impulsif yang menunjukkan bahwa kemandirian masyarakat masih rendah.

3.  Sikap hidup konformistik tanpa pemahaman dan kompromistik dengan mengorbankan prinsip. Gejala mitos bahwa segala sesuatunya bisa di atur, yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat merupakan petunjuk adanya ketidak-jujuran berpikir dan bertindak serta kemandirian yang masih rendah.

Gejala-gejala di atas merupakan sebagian dari kendala utama dalam mempersiapakan individu-individu yang mampu mengarungi kehidupan masa mendatang yang semakin kompleks dan penuh tantangan. Oleh sebab itu, perkembangan kepribadian remaja menuju kearah kesempurnaan menjadi sangat penting untuk diikhtiarkan secara serius, sistematis, dan terprogram.

2.      Definisi kemandirian
Kata “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapatkan awalan “ke” dan akhiran “an” yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri’, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan “diri” itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah “self” karena “diri” itu merupakan inti dari kemandirian.

Emil Durkheim melihat makna dan perkembangan kemandirian dari sudut pandang yang berpusat pada masyarakat. Pandangan ini di kenal juga dengan pandangan konformistik. Dengan menggunakan sudut pandang ini, Durkheim berpendirian bahwa kemandirian itu merupakan elemen esensial ketiga dari moralitas yang bersumber pada kehidupan masyarakat. Durkheim berpendapat bahwa kemandirian itu tumbuh dan berkembang karena adanya dua fakta yang merupakan elemen prasyarat bagi kemandirian, yaitu :
1.      Adanya disiplin yaitu adanya aturan bertindak dan otoritas
2.      Adanya komitmen terhadap kelompok.

Secara hakiki, perkembangan kemandirian individu sesungguhnya merupakan perkembangan hakikat eksistensial manusia. Penghampiran terhadap kemandirian dengan menggunakan perspektif yang berpusat pada masyarakat cenderung memandang bahwa lingkungan masyarakat merupakan kekuatan luar biasa yang menentukan kehidupan individu. Dari sudut pandang ini, seolah-olah individu itu tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk menentukan perbuatannya sendiri. Pandangan yang berpusat pada masyarakat akan cenderung memposisikan pendidikan sebagai proses transmisi budaya yang lebih menekankan pada proses penanaman harapan dan aturan masyarakat.

3.      Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian
Lovinger (2009) mengemukakan tingkatan kemandirian beserta ciri-cirinya sebagai berikut:
1.      Tingkatan pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a.       Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat di peroleh dari interaksinya dengan orang lain.
b.      Mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik.
c.       Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype).
d.      Cenderung melihat kehidupan sebagai “zero-sum game”.
e.       Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.

2.      Tingkatan kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a.       Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.
b.      Cenderung berpikir stereotype dan klise.
c.       Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
d.      Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
e.       Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi.
f.       Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
g.      Takut tidak diterima kelompok.
h.      Tidak sensitif terhadap keindividualan.
i.        Merasa berdosa jika melanggar aturan.

3.      Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a.       Mampu berpikir alternatif.
b.      Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
c.       Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
d.      Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
e.       Memikirkan cara hidup.
f.       Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.

4.      Tingkatan keempat, adalah tingkat seksama (conscientious). Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a.       Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
b.      Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
c.       Sadar akan tanggung jawab.
d.      Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
e.       Peduli akan hubungan mutualistik.
f.       Memiliki tujuan jangka panjang.
g.      Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
h.      Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

5.      Tingkatan kelima, adalah tingkat individualistik. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a.       Peningkatan kesadaran individualitas.
b.      Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan.
c.       Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
d.      Mengenal eksistensi perbedaan individual.
e.       Mampu bersikap toleran terhadapa pertentangan dalam kehidupan.
f.       Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.
g.      Mengenal kompleksitas diri.
h.      Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.

6.      Tingkatan keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a.       Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
b.      Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain.
c.       Peduli terhadap faham-faham abstrak, seperti keadilan sosial.
d.      Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
e.       Toleran terhadap ambiguitas.
f.       Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment).
g.      Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
h.      Respek terhadap kemandirian orang lain.
i.        Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.
j.        Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.

4.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja
Ada sejumlah faktor yang sering disebut-sebut sebagai korelat bagi perkembangan kemandirian, yaitu antara lain sebagai berikut:
1.  Gene atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya melainkan sifat orang tuanya itu muncul dalam cara-cara orang tua mendidik anaknya.

2. Pola asuh orang tua. Cara-cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan” kepada anak tanpa disertai dengan penjelasan rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan keandirian anaknya.

3.     Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment) juga dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potesi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja.

4.   Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem kehidupa masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hirarkhi struktur sosial, kurang terasa aman atau bahkan mencekam, dan kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan-kegiatan produktif dapat menghambat kelancaraan perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam berbagai kegiatan, dan tidak terlalu hirarkhis akan merangsang dan mendorong bagi perkembangan kemandirian remaja.

5.      Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan Implikasinya bagi Pendidikan
Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai ikhtiar pengembangan kemandirian remaja, antara lain sebagai berikut:
1.    Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a.       Saling menghargai antaranggota keluarga.
b.      Keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja atau keluarga.

2.      Penciptaan keterbukaan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a.       Toleransi terhadap perbedan pendapat.
b.      Memberikan alas an terhadap keputusan yang diambil bagi remaja.
c.       Keterbukaan terhadap minat remaja
d.      Mengembangkan komitmen terhadap tugas remaja
e.       Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja

3.   Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a.       Mendorong rasa ingin tahu remaja
b.      Adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan
c.       Adanya aturan, tetapi tidak cenderung mengancam bila ditaati

4.      Penerimaan positif tanpa syarat. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a.       Menerima apapun kelebihan maupun kekurangan yang ada pada diri remaja
b.      Tidak membeda-bedakan remaja satu dengan yang lain
c.       Menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan produktif apapun meskipun sebenarnya hasilnya kurang memuaskan

5.      Empati terhadap remaja. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a.       Memahami dan menghayati pikiran dan perasaan remaja
b.      Melihat berbagai persoalan remaja dengan menggunakan perspektif atau sudut padang remaja
c.       Tidak mudah mencela karya remaja betapapun kurang bagusnya karya itu

6.      Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a.       Interaksi secara akrab tetapi tetap saling menghargai
b.      Menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap remaja
c.       Mambangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja.